KONTAN.CO.ID – Penjualan mobil listrik berbasis baterai (battery electric vehicle, BEV) di Indonesia terus meningkat. Data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) menunjukkan penjualan BEV sepanjang bulan Januari hingga September 2025 mencapai 55.225 unit. Angka ini naik tajam dibanding total 43.188 unit pada 2024.
Sekretaris Umum GAIKINDO Kukuh Kumara mengatakan pangsa pasar BEV kini sekitar 9,8 hingga 10 persen dari total penjualan mobil nasional. Pertumbuhan ini menjadi fase penting dalam transisi industri otomotif menuju era elektrifikasi. Namun Kukuh mengingatkan kesiapan infrastruktur dan keberlanjutan kebijakan masih menjadi tantangan utama agar momentum ini tidak melambat setelah tahun 2025.
BYD memimpin pasar dengan penjualan 20.077 unit hingga September 2025. Model unggulan seperti M6, Sealion 7, Atto 3, Seal, Dolphin, dan Atto 1 menjadi pendorong utama. Produsen otomotif asal Tiongkok ini juga tengah membangun pabrik di Subang (Jawa Barat) yang ditargetkan rampung pada akhir 2025 untuk memperkuat produksi lokal.
Di posisi kedua, Wuling Motors mencatat penjualan 8.345 unit melalui model Air EV, Binguo EV, dan Cloud EV yang dirakit di Cikarang. Posisi ketiga ditempati Denza, merek premium milik Grup BYD, dengan 6.775 unit, disusul Chery sebanyak 6.170 unit, dan Aion 4.405 unit.
Merek lain yang turut mengisi pasar antara lain VinFast (2.841 unit), Geely (1.876 unit), Hyundai (1.164 unit), Morris Garage (MG) (1.123 unit), dan Neta (487 unit). GAIKINDO mencatat, lonjakan ini juga didorong oleh masuknya merek baru seperti VinFast dari Vietnam, Polytron EV milik Grup Djarum, dan Maxus dari Grup Indomobil.
Kukuh menilai makin banyak merek dan model yang hadir akan membuat pasar makin dinamis. Namun ia menekankan pentingnya kesiapan ekosistem, terutama infrastruktur pengisian daya dan layanan purna jual (after sales).
Pemerintah sebelumnya menetapkan penghentian fasilitas impor utuh (completely built up, CBU) untuk mobil listrik mulai tanggal 31 Desember 2025, berdasarkan Peraturan Menteri Investasi Nomor 6/2023 junto Nomor 1/2024. Setelah itu, seluruh produsen wajib memenuhi komitmen produksi lokal dengan skema 1:1, yakni jumlah mobil impor harus diimbangi produksi lokal yang setara.
Berakhirnya insentif impor akan menjadi ujian bagi pabrikan mobil listrik di Indonesia. Industri harus siap dengan basis produksi lokal yang kuat setelah masa insentif berakhir. GAIKINDO juga menyoroti pengelolaan baterai setelah masa garansi delapan tahun. Kukuh menjelaskan sistem daur ulang (recycling) masih dalam tahap awal sehingga industri perlu memastikan keberlanjutan baterai agar konsumen merasa aman.
Dengan pertumbuhan hampir 30 persen secara tahunan, GAIKINDO memperkirakan pangsa pasar BEV nasional akan stabil di kisaran 10 persen hingga akhir 2025. Fase transisi menuju produksi lokal diperkirakan dimulai pada tahun 2026, dengan harapan infrastruktur dan regulasi berjalan beriringan. (*)









