Jepang Andalkan Kei Car untuk Tandingi Mobil Listrik China

Foto: Honda Indonesia

REPUBLIKA – Produsen mobil Jepang mengubah strategi kendaraan listrik (electric vehicle, EV) dengan mengandalkan mobil mini atau kei car. Langkah ini bertujuan mempercepat penggunaan kendaraan listrik dan menantang dominasi China di pasar otomotif dunia.

Seorang eksekutif senior produsen mobil Jepang menyebut konsep kei car telah terbukti selama lebih dari 70 tahun dan membentuk industri otomotif Jepang modern. Mobil mini ini dikenal efisien, terjangkau, dan sesuai kebutuhan pasar domestik.

Pendekatan baru ini menandai pergeseran dari pandangan lama bahwa mobil listrik harus besar dan bertenaga tinggi. Dengan fokus pada kei car, biaya produksi menjadi lebih rendah dan harga jual bisa bersaing dengan mobil bensin.

Perusahaan rintisan KG Motors asal Hiroshima menjadi salah satu contoh sukses. Mereka mengembangkan mobil listrik satu penumpang yang mirip kereta golf, dan lebih dari separuh dari total 3.000 unit sudah dipesan untuk pengiriman hingga 2027.

Popularitas mobil mini menarik minat produsen besar seperti Toyota, Honda, dan Suzuki. Mobil ini digemari karena irit bahan bakar, mudah diparkir, serta mendapat insentif pajak dan asuransi. Hingga bulan Maret 2025, kei car tercatat menyumbang lebih dari sepertiga penjualan mobil baru di Jepang.

Suzuki menampilkan konsep mobil listrik Vision e-Sky pada Japan Mobility Show 2025 dan bekerja sama dengan Toyota mengembangkan van listrik kecil. Honda memperkenalkan N-ONE e bergaya retro, sementara Toyota menghadirkan versi mini lewat merek Daihatsu. Mazda dan Subaru juga mengikuti arah serupa.

Pasar Jepang memilih jalur berbeda dari Amerika dan Eropa yang mengandalkan EV besar dengan jarak tempuh jauh. Jepang menilai mobil kecil lebih praktis, cepat diisi dayanya, dan lebih terjangkau bagi konsumen.

Strategi ini sejalan dengan keberhasilan China melalui Wuling Hongguang Mini EV, yang sempat menjadi mobil listrik terlaris. Model tersebut mampu menarik konsumen dari mobil konvensional karena harganya murah dan desainnya ringkas.

Meski tren positif muncul, adopsi EV di Jepang masih rendah. Pangsa pasar kendaraan listrik murni masih di bawah dua persen dari total mobil penumpang terdaftar. Pemerintah kini menambah insentif dan memperluas pembangunan stasiun pengisian daya untuk mendorong penggunaan EV.

Sebagian besar masyarakat Jepang belum menjadikan EV sebagai kendaraan utama karena keterbatasan jarak tempuh dan minimnya fasilitas pengisian daya. Hanya sepertiga rumah tangga yang memiliki lebih dari satu mobil, membuat efisiensi menjadi faktor penting.

Posisi Jepang di industri otomotif global kini tertekan akibat lambatnya adaptasi terhadap teknologi listrik. Rencana merger Honda dan Nissan untuk memperkuat riset dan pendanaan gagal terealisasi. Nissan, yang dulu unggul lewat model Leaf, kehilangan keunggulan, sementara Toyota dan Honda masih mengandalkan teknologi hibrida dan hidrogen.

Dua hal menjadi harapan baru bagi Jepang. Pertama, investasi besar Toyota dan Nissan dalam baterai solid-state yang diklaim lebih cepat diisi dan tahan lama. Kedua, dorongan besar terhadap kei car listrik yang dinilai bisa menjadi model sukses di Asia.

Jika eksperimen mobil listrik mini ini berhasil, Jepang berpeluang kembali menjadi pelopor inovasi otomotif. Negara itu ingin membuktikan mobil kecil tak hanya hemat, tapi juga bisa menjadi kendaraan listrik masa depan yang terjangkau. (*)